dan keras (tasyaddud).
I. Faktor Pemikiran:
Merebaknya
dua trend paham yang ada dalam masyarakat Islam, yang pertamamenganggap bahwa agama merupakan penyebab kemunduran ummat Islam.
Sehingga jika ummat ingin unggul dalam mengejar ketertinggalannya maka
ia harus melepaskan baju agama yang ia miliki saat ini. Pemikiran ini
merupakan produk sekularisme yang secara pilosofi anti terhadap agama.
Sedang
pemikiran yang kedua adalah mereflesikan penentangannya terhadap alam
relaitas yang dianggapnya sudah tidak dapat ditolerir lagi, dunia saat
ini dipandanganya tidak lagi akan mendatangkan keberkahan dari Allah
Swt, penuh dengan kenistaan, sehingga satu-satunya jalan selamat
hanyalah kembali kepada agama. Namun jalan menuju kepada agama itu
dilakukan dengan cara-cara yang sempit, keras, kaku dan memusuhi segala
hal yang berbau modernitas. Pemikiran ini merupakan anak kandung dari
pada paham fundamentalisme.
Kedua
corak pemikiran inilah yang jika tumbuh subur dimasyarakat akan
melahirkan tindakan-tindakan yang kontra produktif bagi bangsa bahkan
agama yang dianutnya. Kedua trend pemikiran yang satunya menolak agama
dan yang kedua mengajak kepada paham agama yang keras, justru akan
melahirkan reaksi yang bertentangan dengan misi diciptakannya manusia
oleh Allah Swt di semesta ini sebagai mahluk yang seharusnya
mendatangkan kemakmuran dunia.
Di
samping itu, banyaknya sekelompok orang yang lebih memilih memperdalami
agama, namun tidak berdasarkan sumber yang otentik, ataupun ulama yang
benar-benar memiliki pemahaman agama yang luas dan benar (rusukh).
Terkadang sumber bacaannya adalah buku-buku terjemahan yang kurang dapat
dipertangungjawabkan, menerima ilmu dari orang yang pemahaman agamanya
sangat dangkal. Ahli kimia berbicara al-Qur’an, ahli kedokteran
berbicara tafsir, ahli teknik bom berbicara fiqh jihad.
Apa
jadinya kesimpulan yang mereka keluarkan. Padahal al-Quran, tafsir, dan
fiqh jihad memiliki karakteristik dan syarat-syarat yang sangat teliti
dan khusus dan harus tepat sesuai fungsi dan kegunaannya. Hal itu sama
saja, dengan apa jadinya jika seorang ahli agama berbicara kedokteran,
berbicara pertanian, teknik mesin dan lain-lain.
Maka memahami sesuatu ilmu termasuk agama harus berdasarkan dari sumber dan ahlinya yang otentik, jika tidak penyelewengan-penyelewengan kesimpulan yang dijelmakan melalui aksi akan berakibat fatal bagi manusia itu sendiri.
Maka memahami sesuatu ilmu termasuk agama harus berdasarkan dari sumber dan ahlinya yang otentik, jika tidak penyelewengan-penyelewengan kesimpulan yang dijelmakan melalui aksi akan berakibat fatal bagi manusia itu sendiri.
II. Faktor Ekonomi :
William
Nock pengarang buku “Perwajahan Dunia Baru” mengatakan: Terorisme yang
belakangan ini marak muncul merupakan reaksi dari kesenjangan ekonomi
yang terjadi di dunia”. Liberalisme ekonomi yang mengakibatkan
perputaran modal hanya bergulir dan dirasakan bagi yang kaya saja,
mengakibatkan jurang yang sangat tajam kepada yang miskin. Jika pola
ekonomi seperti itu terus berlangsung pada tingkat global, maka yang
terjadi reaksinya adalah terorisme internasional. Namun jika pola
ekonomi seperti ini diterapkan pada tingkat Negara tertentu, maka akan
memicu tindakan terorisme nasional.
Karena
boleh jadi problem kemiskinan, pengangguran dan keterjepitan ekonomi
dapat mengubah pola pikir seseorang dari yang sebelumnya baik, menjadi
orang yang sangat kejam dan dapat melakukan apa saja, termasuk melakukan
terror.
Sangat
tepat jika kita renungkan hadits nabi yang mengatakan, “Kaada al-Faqru
an yakuuna Kufran”. Hampir-hampir saja suatu kefakiran dapat meyeret
orangnya kepda tindakan kekufuran”. Bukankan tindakan membunuh, melukai,
meledakkan diri, meneror suatu tindakan yang dekat dengan kekufuran.?
III. Faktor Politik:
Stabilitas
politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan bagi
rakyat adalah cita-cita semua Negara. Kehadiran para pemimpin yang
adil, berpihak pada rakyat, tidak semata hobi bertengkar dan menjamin
kebebasan dan hak-hak rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan dari ada
anak negeri untuk selalu membela dan memperjuangkan negaranya. Mereka
akan sayang dan menjaga kehormatan negaranya baik dari dalam maupun dar
luar.
Namun
sebaliknya jika politik yang dijalankan adalah politik kotor, politik
yang hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing, bahkan
politik pembodohan rakyat, maka kondisi ini lambat laun akan melahirkan
tindakan skeptis masyarakat. Akan mudah muncul kelompok-kelompok atas
nama yang berbeda baik politik, agama ataupun sosial yang mudah saling
menghancurkan satu sama lainnya.
Bukankan
kita pernah membaca sejarah lahirnya garakan khawarij pada masa
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib RA. yang merupakan mascot gerakan
terorisme masa lalu yang juga disebabkan oleh munculnya stigma
ketidakstabilan dan ketidakadilan politik pada waktu itu. Sehingga
munculah kelompok-kelompok yang saling mengklaim paling benar, bahkan
saling mengkafirkan satu sama lainnya. Tentu kita tidak ingin sejarah
itu terulang kembali saat ini.
IV. Faktor Sosial:
Diantara
faktor munculnya pemahaman yang menyimpang adalah adanya kondisi
konflik yang sering terjadi di dalam masyarakat. Banyaknya
perkara-perkara yang menyedot perhatian massa yang berhujung pada
tindakan-tindakan anarkis, pada akhirnya melahirkan antipati sekelompok
orang untuk bersikap bercerai dengan masyarakat. Pada awalnya sikap
berpisah dengan masyarakat ini diniatkan untuk menghindari kekacauan
yang terjai. Namun lama kelamaan sikap ini berubah menjadi sikap
antipati dan memusuhi masyarakat itu sendiri. Jika sekolompok orang ini
berkumpul menjadi satu atau sengaja dikumpulkan, maka akan sangat mudah
dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Dalam
gerakan agama sempalan, biasanya mereka lebih memilih menjadikan
pandangan tokoh atau ulama yang keras dan kritis terhadap pemerintah.
Karena mereka beranggapan, kelompok ulama yang memiliki pandangan
moderat telah terkooptasi dan bersekongkol dengan penguasa. Sehingga
ajaran Islam yang moderat dan rahmatan lil alamin itu tidak mereka ambil
bahkan dijauhkan dan mereka lebih memilih pemahaman yang keras dari
ulama yang yang kritis tersebut. Dari sinilah lalu, maka pemikiran garis
keras Islam sesungguhnya sangat kecil, dan tidak mencerminkan wajah
Islam yang sebenarnya. Namun gerakan dan tindakannya yang nekat dan
tidak terkontrol, menjadikan wajah Islam yang moderat dan mayoriats itu
seolah tertutup dan hilang.
Maka
tugas kita adalah mengembalikan fungsi ulama sebagai pengawal
masyarakat dari penyimpangan-penyimpangan pemahanan dan akidah, serta
mengembalikan lagi kepercayaan ummat yang putus asa dengan kondisi
sosial yang ada, untuk tidak lebih tergelincir jauh kepada kelompok yang
cenderung menghalalkan segala cara untuk melakukan proses perubahan
sosial yang berlandaskan pada ajaran agama. Dalam hal ini kelompok
moderat Islam harus lebih disuport dan dibantu, ketimbang energi kita
hanya dikuras untuk menghabisi kelompok-kelompok radikal saja.
V. Faktor Psikologis:
Faktor
ini sangat terkait dengan pengalaman hidup individual seseorang.
Pengalamannya dengan kepahitan hidupnya, linkungannya, kegaggalan dalam
karir dan kerjanya, dapat saja mendorong sesorang untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang menyimpang dan anarkis. Perasaan yang
menggunung akibat kegagalan hidup yang dideranya, mengakibatkan perasaan
diri terisolasi dari masyarakat. Jika hal ini terus berlangsung tanpa
adanya pembinaan dan bimbingan yang tepat. Orang tersebut akan melakukan
perbuatan yang mengejutkan sebagai reaksi untuk sekedar menampakkan
eksistensi dirinya.
Dr.
Abdurrahman al-Mathrudi pernah menulis, bahwa sebagian besar orang yang
bergabung kepada kelompok garis keras adalah mereka yang secara pribadi
mengalami kegagalan dalam hidup dan pendidikannya. Mereka inilah yang
harus kita bina, dan kita perhatikan. Maka hendaknnya kita tidak selalu
meremehkan mereka yang secara ekonomi dan nasib kurang beruntung. Sebab
mereka ini sangat rentan dimanfaatkan dan dibrain washing oleh kelompok
yang memiliki target terorisme tertentu.
VI. Faktor Pendidikan:
Sekalipun
pendidikan bukanlah faktor langsung yang dapat menyebabkan munculnya
gerakan terorisme, akan tetapi dampak yang dihasilkan dari suatu
pendidikan yang keliru juga sangat berbahaya. Pendidikan agama khususnya
yang harus lebih diperhatikan. Ajaran agama yang mengajarkan toleransi,
kesantunan, keramahan, membenci pengrusakan, dan menganjurkan persatuan
tidak sering didengungkan. Retorika pendidikan yang disuguhkan kepada
ummat lebih sering bernada mengejek daripada mengajak, lebih sering
memukul daripada merangkul, lebih sering menghardik daripada mendidik.
Maka lahirnya generasi umat yang merasa dirinya dan kelompoknyalah yang
paling benar sementara yang lain salah maka harus diperangi, adalah
akibat dari sistem pendidikan kita yang salah. Sekolah-sekolah agama
dipaksa untuk memasukkan kurikulum-kurikulum umum, sememtara sekolah
umum alergi memasukan kurikulum agama.
Dan
tidak sedikit orang-orang yang terlibat dalam aksi terorisme justru
dari kalangan yang berlatar pendidikan umum, seperti dokter, insinyur,
ahli teknik, ahli sains, namun hanya mempelajari agama sedikit dari luar
sekolah, yang kebenaran pemahamananya belum tentu dapat
dipertanggungjawabkan. Atau dididik oleh kelompok Islam yang keras dan
memiliki pemahaman agama yang serabutan.
Demikianlah
penjabaran enam faktor penyulut terorisme, semoga dapat bermanfaat.
Tugas kita ke depan tentu sangat berat, maka diperlukan kerjasama yang
sinergeis antara semua elemen bangsa, baik ulama, pemerintah, dan
masyarakat untuk mengikis tindakan terorisme sampai ke akar-akarnya.
Paling tidak langkah itu dapat dimulai dengan cara meluruskan
paham-paham keagamaan yang menyimpang oleh ulama, menciptakan keadilan
dan stabilitas ekonomi dan politik oleh pemerintah. Serta menciptakan
suasana kondusif bagi tumbuhnya tatanan masyarakat yang damai, toleran,
aman, merdeka, religius, bertaqwa dan memiliki semangat kecintaan tanah
air yang kuat.
Dengan
langkah ini kita memohon kepada Allah Swt, semoga bangsa dan negara
kita terlindung dari bahaya terorisme, sesuai dengan janji dan spirit
al-Qur’an:
Yang
artinya: Seandainya penduduk suatu kaum itu beriman dan bertakwa, maka
niscaya akan kami bukakan pintu berkah kepada mereka dari arah langit
dan bumi, akan tetapi mereka mendustkan (agama), maka akan kami
binasakan mereka akibat dari perbuatanya itu sendiri (Q.S. al-A’raf:
69).
Sumber : Buntetpesantren
Tidak ada komentar:
Posting Komentar